Pada bulan Desember 2008, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) telah mencanangkan konvergensi PSAK ke IFRS secara penuh pada
tahun 2012. Sejak tahun 2009, Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK-IAI) melaksanakan program kerja terkait dengan proses
konvergensi tersebut sampai dengan tahun 2011.
Ditargetkan bahwa pada tahun 2012, seluruh PSAK
tidak memiliki beda material dengan IFRS yang berlaku per 1 Januari 2009.
Setelah tahun 2012, PSAK akan di-update secara terus-menerus seiring
adanya perubahan pada IFRS. Bukan hanya mengadopsi IFRS yang sudah terbit,
DSAK-IAI juga bertekad untuk berperan aktif dalam pengembangan standar
akuntansi dunia.
International Financial Reporting Standards
(IFRS) memang merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung oleh
banyak negara dan badan-badan internasional di dunia. Popularitas IFRS di
tingkat global semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kesepakatan G-20 di
Pittsburg pada tanggal 24-25 September 2009, misalnya, menyatakan bahwa
otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan
standar global pada Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan aturan di antara
negara-negara anggota G-20.
Terlepas dari trend pengadopsian IFRS tersebut,
adalah suatu keharusan bagi kita untuk mempertanyakan secara kritis, apa
sesungguhnya hakikat dari konvergensi. Melalui partisipasi global, IFRS memang
diharapkan menjadi standar akuntansi berbasis teori dan prinsip yang memiliki
kualitas tinggi. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga
akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability)
dalam pelaporan keuangan. Yang paling diuntungkan sudah jelas, investor dan
kreditor trans-nasional serta badan-badan internasional.
Tapi apakah konvergensi ke IFRS tidak menimbulkan
masalah di tingkat domestik masing-masing negara? Belum lama ini otoritas
keuangan dan pasar modal AS memunculkan isu kedaulatan regulasi. Beberapa
negara lainnya juga mengkhawatirkan pengaruh IASB yang semakin dominan.
Dalam konteks Indonesia yang memiliki segudang
masalah domestik, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang
perlu dijawab dan diteliti secara cermat. Sebagai contoh, bagaimanakah dampak
konvergensi terhadap implementas ACFTA yang efektif per Januari 2010?
Bagaimanakah dampaknya terhadap bisnis mikro, kecil, dan menengah? Sejauh
manakah regulasi keuangan dan pasar modal akan terpengaruh dengan adanya
konvergensi ke IFRS?
Pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah
tersebut tentu saja hanya sebagian. Semakin luas dan dalam kajian dan
penelaahan sangat mungkin akan memunculkan pertanyaan dan masalah lainnya.
Hal inilah sepertinya yang mendorong IAI,
khususnya DSAK, meminta keterlibatan lebih intensif dari kalangan akademisi dan
universitas dalam mengkaji isu-isu terkait IFRS (Berita
IAI,,26 Januari 2010). Dalam sebuah seminar yang dilaksanakan di
Bandung belum lama ini, Ketua DSAK-IAI menyoroti fakta bahwa belum semua
perguruan tinggi di Indonesia memiliki unit gugus tugas (task force),
atau lembaga khusus, yang bertugas memantau perkembangan ekonomi dan dinamaika
penyusunan standar akuntansi dan pelaporan keuangan di kancah internasional (Pikiran
Rakyat Online, 15 Februari 2010).
Sumber : http://www.warsidi.com/2010/02/konvergensi-indonesia-ke-ifrs-apa-dan.html